Transformasi Perkebunan, BPDP Dorong Nilai Tambah Sawit, Kelapa, dan Kakao

Transformasi Perkebunan, BPDP Dorong Nilai Tambah Sawit, Kelapa, dan Kakao

Jakarta, - rilisberita.com -Tak hanya fokus pada kelapa sawit, BPDP juga memicu industrialisasi skala rumah tangga untuk komoditas kelapa dan kakao. Pangsa pasar internasionalnya besar.

Direktur Penyaluran Dana Sektor Hilir BPDP, Mohammad Alfansyah dalam ajang Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Kamis (11/09/2025).

Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menegaskan komitmennya dalam memperkuat hilirisasi industri sawit, kelapa, dan kakao sebagai langkah strategis mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan Direktur Penyaluran Dana Sektor Hilir BPDP, Mohammad Alfansyah dalam ajang Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 yang digelar Katadata di Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Alfansyah menjelaskan strategi BPDP dalam pengelolaan dana perkebunan dimulai sejak 2015 dengan menekankan pada penguatan permintaan domestik, khususnya di sektor kelapa sawit. Hal ini terbukti mampu menjaga stabilitas harga dan memberikan manfaat langsung bagi petani.

“Sejak awal, strategi kami adalah menciptakan permintaan di dalam negeri agar petani tetap memperoleh harga yang kompetitif. Kini, harga yang diterima petani sawit terus mencatatkan rekor hampir setiap bulan,” ujar Alfansyah dalam sesi bertema “Green Industrialization as the Engine of Indonesia’s Economic Sovereignty”.

Ia menambahkan pemanfaatan energi berbasis kelapa sawit kini telah menjadi penopang utama transisi energi nasional. Menurutnya, kontribusi sawit terhadap pengurangan penggunaan energi fosil sangat signifikan.

“Dengan menggunakan biodiesel berbasis sawit, kita berhasil menurunkan hingga 40 persen penggunaan energi fosil. Artinya, dalam setiap liter energi solar yang digunakan, 40 persennya berasal dari sawit. Ini bukan hanya soal energi, tapi juga soal kesejahteraan petani dan kedaulatan energi nasional,” tegasnya.

Namun, BPDP tidak berhenti hanya pada kelapa sawit. Lembaga ini kini memperluas mandatnya untuk juga mendorong pengembangan kelapa dan kakao.

Alfansyah menilai kedua komoditas tersebut memiliki potensi besar yang dapat digarap tidak hanya oleh perusahaan besar, tetapi juga masyarakat melalui skala usaha kecil dan menengah.

“Visi BPDP adalah mengoptimalkan kelapa dan kakao dengan mendorong tumbuhnya industri kecil dan menengah di masyarakat, mulai dari minyak kelapa, gula kelapa, hingga produk turunan bernilai ekspor. Dengan begitu, ekonomi lokal akan lebih berdaya dan penyerapan tenaga kerja meningkat,” jelasnya.

Lebih jauh, BPDP juga aktif dalam mendukung industrialisasi berbasis masyarakat. Melalui program pendampingan dan pembiayaan, masyarakat diberi peluang untuk membangun usaha berbasis produk turunan kelapa dan kakao.

Alfansyah mencontohkan pembuatan minyak kelapa dan gula kelapa yang dapat dilakukan dalam skala rumah tangga, namun tetap memiliki potensi besar di pasar internasional.

Selain fokus pada hilirisasi, BPDP juga berkomitmen memperkuat sumber daya manusia perkebunan. Regenerasi petani menjadi salah satu isu yang disorot, mengingat sebagian besar petani berusia lanjut.

“Kami tidak ingin sektor perkebunan hanya bergantung pada petani berusia 70 tahun. Karena itu, BPDP mengelola program pendidikan vokasi hingga jenjang sarjana untuk lebih dari 9.000 mahasiswa, dengan jaminan keterhubungan ke dunia kerja,” kata Alfansyah.

Langkah ini, menurutnya, bertujuan agar sektor perkebunan memiliki tenaga kerja muda yang kompeten, siap mengelola perkebunan, sekaligus mampu berinovasi dalam mengembangkan produk turunan bernilai tambah. 

Dengan begitu, industri perkebunan tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang mengikuti kebutuhan pasar global.

Dalam konteks keberlanjutan, BPDP menaruh perhatian besar pada riset dan pengembangan (R&D). Program ini meliputi pembiayaan penelitian, promosi perkebunan, hingga penguatan regulasi ekspor.

“Kami sadar kampanye negatif terhadap sawit masih sering terjadi. Karena itu, BPDP memiliki peran penting untuk mengimbangi narasi global dengan fakta bahwa produk sawit kita adalah energi terbarukan yang berkelanjutan dan bernilai tinggi,” tegas Alfansyah.

Ia menegaskan bahwa keberlanjutan sektor perkebunan tidak hanya dilihat dari sisi lingkungan, tetapi juga dari sisi sosial dan ekonomi. Dengan adanya hilirisasi, pengembangan SDM, serta dukungan riset, diharapkan sektor perkebunan Indonesia dapat menjadi motor penggerak ekonomi sekaligus penyokong kesejahteraan masyarakat.

Alfansyah menutup pernyataannya dengan optimisme. “Semua yang kami lakukan pada akhirnya adalah untuk memastikan bahwa perkebunan Indonesia tidak hanya menjadi sumber devisa, tetapi juga penopang kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya.

Di tahun ke-6 penyelenggaraannya, Katadata SAFE 2025 mengusung tema “Green for Resilience” sebagai respons terhadap tantangan krisis iklim dan dinamika global, sekaligus menegaskan pentingnya ekonomi hijau sebagai solusi strategis untuk memperkuat ketahanan dan keberlanjutan pembangunan nasional.

Melalui berbagai rangkaian seperti forum tingkat tinggi, lokakarya, pameran interaktif, dan kolaborasi kreatif antara keberlanjutan dan seni, SAFE menjadi wadah penggerak aksi nyata menuju masa depan ekonomi yang inklusif dan tangguh.

(Wn/Hera)