Penertiban PKL Puncak Bogor, Sebagian Pedagang Tolak ke Rest Area Gunung Mas

Penertiban PKL Puncak Bogor, Sebagian Pedagang Tolak ke Rest Area Gunung Mas
penertiban pedagang di Jalan Raya Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,

Bogor -rilisberita.com // Relokasi dan penertiban pedagang di Jalan Raya Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berlangsung pagi ini. Pj Bupati Bogor, Asmawa Tosepu menegaskan penertiban dilakukan untuk memanfaatkan rest area di Gunung Mas yang telah selesai dibangun.

"Yang namanya penolakan itu biasa, ini sebenarnya bukan penggusuran tetapi penertiban, penataan kawasan Puncak Bogor. Terutama sepanjang jalur ini, karena pemerintah pusat telah menyiapkan rest area dengan anggaran yang cukup fantastis, tapi tidak dimanfaatkan selama ini," kata Asmawa kepada wartawan di Puncak, Senin (24/6/2024).

"Pedagang yang tidak memiliki izin di sepanjang jalur Puncak ini memang harus dipindahkan, ditata di rest area," lanjutnya.

Asmawa mengatakan masih ada sekitar 80 pedagang yang menolak untuk direlokasi. Pedagang yang setuju, lanjutnya, ada sekitar 300.

"Masalah ada yang kontra wajar, tetapi itupun kurang lebih hanya 80 pedagang hari ini. Tetapi ada kurang lebih 300 pedagang yang sudah menaruh kontrak untuk menempati ini. Jadi porsinya 70% semuanya setuju," sebutnya.

Asmawa mengatakan rest area tidak akan bisa dimanfaatkan dengan baik kalau masih ada peradagang di pinggir jalan. Sehingga menurutnya jalan satu-satunya adalah penertiban.

"Insentif yang diberikan pemerintah Kabupaten Bogor terkait pemanfaatan rest area ini misalnya 6 bulan ke depan dibebaskan retribusi. Kemudian jalur alternatif, jadi pihak Gunung Mas membuka sehingga keluar masuk itu lewat rest area, sehingga diyakini akan ramai," tuturnya.

"Kemudian fasilitas lainnya misalnya penyambungan air bersih dibuatkan gratis juga. Dibuatkan event-event di sini, sehingga tetap ada konsentrasi massa di rest area, itu yang sudah kita siapkan," tambah Asmawa.

Berdasarkan hasil audiensi dengan pedagang, masih ada terus yang menolak. Namun dia mengatakan jauh sebelumnya sudah ada kesepakatan pedagang dengan DPRD.

"Hasil audiensinya memang ada yang menolak untuk dilakukan, tapi sampai kapan. Sementara Perda ini dari tahun 2015. Ingat, ada kesepakatan oleh pedagang dengan DPRD tahun 2005, mereka yang justru minta dibangun rest area. Setelah dibangun gimana, kok tidak dimanfaatkan. Itukan pertanyaan, berapa banyak uang yang habis di sini dan tidak termanfaatkan," ungkapnya.

Diharapkan dengan beroperasinye rest area itu dengan optimal, perekonomian masyarakat bisa meningkat. Asmawa mengatakan pedagang yang menolak alasannya karena sudah nyaman.

"Karena mereka sudah nyaman (yang menolak)," ucapnya.

(Ahmad Deni)